Beranda » Ulee Balang, Pakaian Adat Aceh

Ulee Balang, Pakaian Adat Aceh

Tiap-tiap daerah di Indonesia memiliki busana tradisional yang unik, termasuk pakaian adat Ulee Balang, dari provinsi Aceh. Pakaian ini yakni sebutan untuk busana tradisional daerah yang dijuluki Serambi Mekkah tersebut.

Mendapatkan dampak kental dari Islam dan Melayu, pakaian adat Ulee Balang memiliki tampilan yang serba tertutup. Kecuali untuk upacara prosesi pernikahan, pakaian adat Aceh ini juga acap kali dikenakan dalam acara adat dan tari-tarian tradisional.

Dikutip dari buku Aceh, Rakyat, dan Adat Istiadatnya alih bahasa dari De Atjehers oleh Sutan Maimoen (1996) karya Snouck Hurgronje, pada mulanya bahan dasar yang dipergunakan untuk membikin pakaian benar-benar diatur oleh lingkungan alam di mana manusia hidup, umpamanya dari kulit hewan dan kulit kayu atau bombas (kulet kayee).

Bahan baku yang diterapkan dalam membikin pakaian adat tersebut yakni bahan baku kain-kain yang ditenun sendiri bagus dari bahan sutera ataupun dari bahan kapas dengan ragam hias pelbagai motif.

Baca juga:

Pakaian Adat Jawa Barat dan Beberapa Keunikan yang Dimilikinya

Vintage Hairstyle Ini Tak Akan Bikin Penampilanmu Jadul

Di mana dengan komponen pakaian lengan panjang (bajee panyang sapai) berkerah China, warna polos dengan perhiasan ayeuem bajee atau taloe jeuem (tali jam). Emas yang disematkan antara kancing kedua dari atas dan kantong pakaian dilengkapi dengan bungkoih ranub atau ija seumadah yang disematkan di bahu kanan.

Dikutip dari situs Pemerintah Provinsi Aceh, celana panjang (siluweue panyang) polos yang dilapisi dengan kain pinggang (ija pinggang) songket yang digulung hingga ujungnya (ulee ija) komponen bawah kira-kira 10 centimeter (cm) di atas lutut.

Mengaplikasikan rincong meupucok di pinggang kanan, kupiah meukeutob yang dililitkan destar dari kain songket yang digulung (tangkulok meuglong). Pada salah satu sudutnya hingga meninggalkan satu sudut berlawanan yang membentuk pucok reubong.

Pada posisi belakang kupiah meukeutob dengan perhiasan tampok yang dilengkapi dengan perhiasan prik-prik, gunakan sepatu untuk pakaian adat lelaki.

Sama halnya dengan pakaian adat perempuan yang juga memakai bahan tersebut. Pada pakaian tersebut dengan komponen pakaian lengan panjang (bajee panyang sapai), warna hitam polos atau warna lain sesuai selera.

Siluweue inong atau siluweue tunjong yang dilapisi dengan kain pinggang (ija pinggang), songket yang digulung hingga ujungnya (ulee ija) komponen bawah kira-kira 10 cm di bawah lutut.

Kecuali itu jugaa dilengkapi perhiasan patham dhoe, bungong sunteng, ayeuem geumbak, ulee ceumara, subang, dan untaian bunga pada komponen kepala, klah takue, euntuek boh ru, keutap lhee lapeh, dan simplah di komponen leher dan dada.

Kemudian taloe keu-ieng patah sikureueng dan capeng pada pinggang, gleueng di lengan atas kiri dan kanan, dan sawek meurante pada kedua pergelangan tangan, mengendalikan ayeuem bungkoih di tangan, gelang kaki (gleueng gaki), gunakan sepatu atau sandal.

Jenis hias dan arti simbolik pakaian

Pakaian adat pada tiap-tiap suku bangsa memiliki format yang berlainan, salah satunya di Aceh. Pun memiliki makna yang berbeda pula. Dikabarkan dari buku Pakaian Adat Tradisional Tempat Provinsi Istimewa Aceh (1993), motif yang timbul pada pakaian adat di Aceh terdiri dari motif tumbuhan-tumbuhan sulur daun dan bunga-bungaan.

Diantara motif bunga-bungaan, yakni motif yang paling digmari masyarakat. Melainkan, bagi masyarakat bagus motif sulur daun ataupun motif bunga serta motif lain disebut dengan bungong.

Bungong yakni hiasan atau motif dan dari motif itu ada yang benar-benar yakni motif dari sekuntum bunga. Motif hewan hampir tidak ditemui. Motif atau ragam hias pada pakaian dapat disebut sebagai bungong glima (delima), seumanga (kenanga), keupula (kembang tanjung), seulupok (temtai), kundo.

Kemudian mancang (embacang), pucok reubong (tumpal), gaseng (gasing), awan-awan (awan berarak), reunek leuk (warna tembolok balam), si sek meuria (sisik rumbia), johang, dada limpeuen, (dada limpan), ayu-ayu (tirai), aneuk abrik (bludru), atau puta tnloe (pintal tali)

Arti simbolis yang terkandung di balik ragam hias tersebut tidak semuanya dapat diucapkan. Ada beberapa yang dapat diucapkan, seperti motif peucok reubong (tumpal) yang memiliki makna kesuburan dan kebersamaan. Maksud bahwa tiap-tiap orang yang memakai kain dengan peucok reubong diharapkan dapat mendapat kesuburan terutamanya mendapat rezeki termasuk si kecil-si kecil sebagai pewaris keturunan.

iritnow

Kembali ke atas
error: Content is protected !!